This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 05 November 2014

Pejuang Legendaris yang Dipinggirkan Sejarah




Mantan Ketua PKI dan wakil Komintern untuk Asia Tengara ini ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional.
Pengusiran, pembuangan, penangkapan, dan pemenjaraan mewarnai kehidupan Tan Malaka sebagai konsekuensi atas perjuangan untuk kemerdekaan. “Siapa ingin merdeka harus bersedia di penjara,” tulis Tan Malaka. Dan, itu semua justru kian mengentalkan legenda atas dirinya.
Setelah 20 tahun mengembara dari negeri satu ke negeri lain, Tan Malaka pulang dan terus berjuang yang berakhir tragis di ujung bedil bangsa sendiri. Dan, lebih tragis lagi, namanya dipinggirkan oleh sejarah Orde Baru walau ia ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963.
Pria bernama lengkap Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka itu lahir di Desa Pandam Gadang, Suliki, Sumatra Barat, 2 Juni 1897. Beruntung ia terlahir dari keluarga Minangkabau yang terpandang, sehingga pada usia 12 tahun ia berkesempatan mengecap sekolah pendidikan guru, yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda di Bukittinggi, Sumatera Barat. Lulus pada 1913, atas rekomendasi gurunya G.H. Horensma, dan berkat pinjaman dana dari para engku di Suliki Rp 50 per bulan, ia melanjutkan studi ke negeri Belanda untuk sekolah di Rijkskweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah) di Haarlem. “Hutang ini akan saya bayar kembali kelak setelah pulang ke Indonesia,” tulisnya.
Di negeri Kincir Angin itu, Tan berkenalan dengan teori revolusioner, sosialisme dan marxisme-komunisme melalui buku dan brosur. Bahkan ia sempat diminta Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) mewakili Indische Vereenging pada kongres pemuda Indonesia dan pelajar Indologie di Kota Deventer. Melalui interaksi dengan mahasiswa Indonesia dan Belanda, ia semakin yakin bahwa melalui jalan revolusi, Indonesia harus bebas dari penjajahan Belanda. Keyakinan yang dipegang secara konsisten. Itulah masa awal dalam pengembangan politiknya.
Selama belajar di Belanda, Ipie—panggilan Tan di sana—kerap sakit akibat makanan dan iklim Belanda yang tak cocok, serta menderita pleuritus.
Pada November 1919, setelah kecamuk Perang Dunia I usai, pemuda cerdas itu pulang ke Tanah Air, dengan napas lega. Ia merasa terbebas dari dunia di sekitar meletus dan selesainya Perang Dunia I serta selesainya revolusi sosial Rusia.
Tan kemudian mengajar anak-anak kuli kontrak di perkebunan tembakau milik orang Jerman dan Swiss di Deli, dekat Medan, Sumatera Utara. Di lingkungan perkebunan itu semangat radikalnya tumbuh ketika ia menyaksikan ketimpangan sosial antara kaum buruh dan tuan tanah.
“Kekayaan bumi iklimnya Deli menjadi alat adanya satu golongan kaum modal penjajah yang paling kaya, paling sombong ceroboh dan paling kolot pada satu kutup. Di kutup yang lain berada satu golongan bangsa dan pekerja Indonesia yang paling terhisap, tertindas dan terhina: kuli kontrak,” tulis Tan Malaka dalam otobiografinya, Dari Penjara ke Penjara.
Pada masa itu, ia sudah mulai terlibat dalam politik, dengan menjadi anggota Indies Social Democratic Association (ISDV), yang kemudian menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Di surat kabar terbitan ISDV, Tan mempublikasikan artikel pertamanya.
Ia pun kerap terlibat konflik dengan manajemen perkebunan orang Eropa atas isi pelajarannya kepada siswa. Konflik juga dipicu oleh artikel politik liberal yang dia tulis di koran lokal, serta kegiatannya sebagai aktivis serikat buruh, terutama pada pemogokan buruh kereta api pada 1920.
Pada akhir Februari 1920, ia pergi ke Jawa dan dimulailah babak baru kehidupan dengan terjun ke gelanggang politik. Awalnya di Yogyakarta tapi kemudian segera berpindah ke Semarang, kota yang disebut Tan sebagai “Kota Merah”, untuk mendirikan sekolah rakyat bagi anak-anak Sarekat Islam (SI), sebuah organisasi yang didirikan Semaun. Ruang rapat Sarekat Islam Semarang diubah menjadi sekolah. “Dalam satu dua hari saja saya sudah bisa mulai dengan kurang lebih 50 orang murid,” tulis Tan Malaka.
Sekolah itu kemudian berkembang sangat cepat, yang dijadikan model sekolah lain di sejumlah kota di Jawa. Melalui sekolah itu, Tan menciptakan kader-kader baru.
Di luar pendidikan, Tan Malaka dengan cepat terjun dalam kerja politik: ambil peran kepemimpinan dalam sejumlah serikat buruh dan menulis artikel di sejumlah penerbitan PKI. Kepemimpinannya pun meroket tatkala pada kongres PKI 24-25 Desember 1921, ia terpilih sebagai Ketua PKI, menggantikan Semaun.
Salah satu ciri kepemimpinan Tan kala itu adalah mendukung persatuan PKI dan Sarekat Islam untuk menghadapi penjajahan. Ia merupakan pendukung perjuangan menentang perpecahan dengan Sarekat Islam. Sebab, bagi Tan, antara komunisme dan Islam saling melengkapi, dan di Indonesia, revolusi semestinya dibangun di atas keduanya. Pada skala internasional, Tan Malaka juga memandang Islam sebagai pegangan yang potensial untuk menyatukan kelas pekerja di beberapa negara di Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Selatan melawan imperalisme dan kapitalisme. Posisi ini menempatkan dia berlawanan dengan Komunis Eropa dan pemimpin Komintern.
Karena peran Tan Malaka dalam PKI dipandang oleh pemerintah kolonial sebagai kegiatan subversif, ia ditangkap Belanda di Bandung pada Februari 1922. Lalu pada 24 Maret tahun itu ia diusir dari Indonesia. Itulah awal pengembaraan panjang dari negeri yang satu ke negeri lain selama hampir 20 tahun.
Ia pergi ke Belanda dan hampir menjadi anggota Parlemen Belanda, lalu ke Jerman, pindah ke Moskwa. Di negeri beruang merah itu, Tan terlibat secara mendalam dengan politik di Komunis Internasional (Komintern). Ia beralasan bahwa partai komunis Eropa seharusnya mendukung perjuangan kaum nasionalis di Asia. Pada pertemuan Komite Eksekutif Komintern Juni 1923, ia terpilih sebagai wakil Komintern untuk Asia Tenggara. Tugasnya antara lain memberikan usul dan kritik bahkan veto atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya.
Dengan penugasan dari Komintern, ia pindah ke Canton, Cina, Desember 1923, menjadi Kepala Biro Serikat Sekerja Timur Merah. Di sana ia bertemu dengan komunis dari Cina dan Indonesia serta tokoh politik nasionalis Sun Yat-sen. Pekerjaan Tan Malaka termasuk menerbitkan sebuah majalah berbahasa Inggris. Sempat ke Tokyo sambil menulis buku Menuju Republik Indonesia.
Tanpa paspor, Tan Malaka memasuki Filipina. Ia tiba di Manila pada 20 Juli 1925, dengan kapal Empress of Russia, dan menyamar sebagai Elias Fuentes, seorang muskius yang bekerja di kapal. Ia berusaha memulihkan kesehatannya di rumah keluarga “Nona Carmen” di Santa Mesa, dekat Manila. Beberapa bulan ia menginap di rumah Apolinario G. De los Santos, Rektor Universitas Manila. Di sana, ia menulis secara teratur di harian El Debate.
Sementara itu, di Tanah Air terjadi pemberontakan 1926, yang digerakkan PKI. Namun, pemberontakan itu gagal dan dapat mudah dipadamkan oleh kolonial Belanda dalam waktu singkat. Akibatnya, ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Papua.
Tan Malaka mengkritik peristiwa itu sebagai pemberontakan prematur, adventuristik, dan tindakan bunuh diri. Sebelum pemberontakan itu pecah, Tan Malaka sudah mengingatkan para pemimpin komunis di Tanah Air.
Sementara polisi kolonial terus memburu para tokoh komunis, Desember 1926, Tan Malaka pergi ke Bangkok, Thailand, dan bertemu dengan anggota PKI Subakat dan Djamaluddin Tamim. Mereka mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI). Dengan menyamar sebagai Haji Ibrahim, Tan Malaka berdiam di Chieng-Mai.
Tan kembali ke Manila pada Agustus 1927, tapi segera ditangkap oleh polisi Amerika atas permintaan Belanda. Subakat ditangkap di Bangkok, 1929, dan meninggal di penjara 1930. Adapun Tamim ditangkap di Singapura, 1932.
Tan dideportasi, lalu ia meninggalkan Filipina dengan kapal. Ia memperkirakan akan ditangkap kembali oleh Belanda sesaat mendarat di Cina. Karena itu, dengan bantuan awak kapal orang Filipina, ia melarikan diri ketika kapal menambatkan jangkar di Pelabuhan Amoy (Xianmen). Tan bersembunyi di sebuah desa terdekat, Sionching, sekitar dua tahun.
Ia pindah ke Shanghai pada sekitar 1929. Dua tahun kemudian ia mulai bekerja lagi untuk Komintern. Ketika Jepang menduduki Shanghai pada September 1932, Tan Malaka melarikan diri ke Hong Kong, dengan penyamaran sebagai seorang Cina-Filipina dan menggunakan nama samaran. Tapi, ia ditangkap oleh pihak berwenang Inggris dan dipenjara selama beberapa bulan sebelum akhirnya diusir dari Hong Kong.
Setelah mempertimbangkan beberapa pilihan untuk tempat pengasingan, Tan Malaka memilih kembali ke Amoy. Ia sempat berhubungan kembali dengan teman lama di Desa Iwe, tanpa penangkapan. Tapi, di sana, jatuh sakit beberapa tahun sebelum seorang dokter Cina memulihkan kesehatannya.
Pada 1936, ia kembali ke Amoy, dan ia mengajar bahasa Inggris, Jerman, dan teori Marxist; sampai 1937 sekolah itu menjadi sekolah bahasa terbesar di Amoy.
Pada Agustus 1937 ia pergi ke Rangoon, Birma, lewat Singapura selama satu bulan. Tapi, karena tabungannya terkuras, ia kembali ke Singapura melalui Penang, dan bekerja sebagai guru. Tatkala Jepang menduduki jazirah Melayu dan Indonesia pada 1942, Tan Malaka memutuskan pulang ke Tanah Air yang telah ia tinggalkan hampir dua puluh tahun.
Tan Malaka mulai dengan sebuah perjalanan panjang beberapa bulan, tinggal beberapa waktu di Penang sebelum menyeberang ke Sumatra kemudian mengunjungi Medan, Padang, dan beberapa kota lain di Sumatera sebelum tinggal di pinggiran Jakarta yang diduduki Belanda pada Juli 1942. Sebagian besar waktunya di sana dihabiskan dengan menulis dan riset di perpustakaan Jakarta, menulis buku Madilog dan ASLIA (Asia-Australia).
Lagi-lagi tabungannya dari gaji mengajar di Singapura nyaris terkuras. Dengan menggunakan nama palsu, ia bekerja sebagai administrator di pertambangan batu bara di Bayah, Jawa Barat.
Jepang menyerah dan Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Tan Malaka meninggalkan Bayah, dan mulai lagi menggunakan nama aslinya untuk pertama kali dalam dua puluh tahun terakhir. Ia mengadakan perjalanan pertama ke Jakarta, kemudian dilanjutkan ke sekitar Jawa.
Solo, pertengahan Januari 1946. Tan Malaka bersama sekitar 140 organisasi nasionalis dan buruh membentuk Persatuan Perjuangan (PP), dengan tujuan mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Koalisi ini mendapat dukungan luas dari rakyat dan tentara Republik, termasuk dukungan dari Jenderal Sudirman. Programnya antara lain kemerdekaan 100 persen, pemerintahan rakyat, tentara rakyat.
Oleh Perdana Menteri Syahrir, PP dituduh mencoba mengadakan kudeta. Tan Malaka dan beberapa pimpinan PP ditangkap, Maret 1946. Ia penjara sampai September 1948 tanpa pernah diadili. Setelah bebas, ia membentuk Partai Murba di Yogyakarta, 7 November 1948.
Ketika Belanda menangkap para pemimpin pemerintahan pada Desember 1948, Tan melarikan diri ke pedesaan di Jawa Timur. Ia mendirikan markasnya di Blimbing, sebuah desa yang dikelilingi persawahan. Ia berhubungan dengan Mayor Sabarudin, komandan Batalion 38. Akibat konflik dengan kelompok tentara yang lain, Sabarudin dan anak buahnya ditangkap pimpinnan TNI Jawa Timur dan didakwa berdasarkan undang-undang militer. Tan Malaka juga ditangkap di Blimbing, 19 Februari 1949.
Korps Speciale Troepen (KST) Belanda melancarkan operasi dari Nganjuk, Jawa Timur, dengan cepat dan brutal. Sejarawan Belanda Poeze (2007) menggambarkan dengan detail bagaimana pasukan TNI melarikan diri memasuki pegunungan dan bagaimana Tan Malaka, yang sudah terluka, berjalan menuju sebuah pos TNI dan secara diam-diam dieksekusi pada 21 Februari 1949 di Dusun Selopanggung, Desa Tanggul, sekitar 20 kilometer ke barat Kediri. Letnan Dua Sukotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya, menjadi aktor di balik penembakan itu. Tan Malaka dikuburkan di dalam hutan. Revolusi telah memakan anaknya sendiri.
Namun, menurut pemberitaan Time edisi 4 Juli 1949, Tan Malaka dieksekusi 9 April, dekat Blitar. Republiken, tulis Time--juga melaporkan bahwa mereka telah mengeksekusi mantan perdana menteri Amir Sjarifoeddin, R.M. Suripino, dan seorang mantan diplomat dan sekretaris PKI Hadjono.
Sebagai seorang ideolog, Tan Malaka menuangkan buah pikirannya ke dalam sejumlah buku, antara lain yang terkenal Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika); Menuju Republik Indonesia (pertama kali terbit di Kowloon, Hong Kong, April 1925), Dari Penjara ke Penjara (otobiografi), dan Gerpolek.
Tan Malaka telah menjadi tokoh legenda. Bahkan pada September 1945, Sukarno pernah menulis sebuah wasiat kepada Tan Malaka untuk melanjutkan memimpin revolusi jika ia dan Hatta tidak mampu.
Nama Tan Malaka muncul sebagai tokoh utama dalam beberapa karya fiksi yang terbit di Medan, dengan julukan Patjar Merah Indonesia. Salah satu yang terkenal adalah roman Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Roman karya Matu Mona itu mengisahkan petualangan Patjar Merah, seorang aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia internasional.
·  Wikipedia, What Next Journal, Dari Penjara ke Penjara (Tan Malaka), Pergulatan Menuju Republik: Tan Malaka 1925-1945 (Harry A. Poeze), Socialism and Liberation magazine, Time, Ngarto Februana

POLITIK DAN FILSAFAT HUKUM




POLITIK DAN FILSAFAT HUKUM

Disusun Oleh :
Ade Kurnniawan
Muhammad Furqon
Aras Ihsan Ginting
Muhammad Ansory
Risris Bayanillah

A.    Pengertian Politik
Istilah politik berawal dari pemahaman orang yunani, kata yang berasal dari bahasa mereka sendiri itu diartikannya sebagai “negara kota’’ (polis), dan aristoteles merupakan orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang “manusia yang pada dasarnya adalah binatang politik”. [1]
Manusia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, manakala mereka berusaha meraih kesejahteraan pribadinya melalui sumber yang tersedia,dan manakala mereka berupaya untuk mempengaruhi orang lain agar menerima pandangannya, maka mereka akan melihat dirinya sibuk dengan kegiatan politik.
Plato bisa dipandang sebagai bapak filsafat politik, dan aristoteles sebagai bapak ilmu politik, sekurang-kurangnya dibarat.setiap tindakan politik melibatkan beberapa nilai politik yang mendasarinya.  Ciri-ciri sosialisasi politik dan rangkaian pendapat, sikap, serta keyakinan itulah yang sesungguhnya menjadi bagian dari kebudayaan politik masyarakat.
Politik adalah suatu cara berfikir campuran esensial. Ia tidak hanya mencakup argumentasi deduktif dan teori empiris, melainkan juga mengkombinasikannya dengan kepentingan normatif sehingga mensyaratkan suatu karakter yang praktis dan menjadi pedoman bertindak.
Politik akan lebih menyukai peranan mereka bukan sebagai pemberi sanksi dalam hal kepentingan-kepntingan ataupun kelompok-kelompok, melainkan bertindak sebagai pengarah membujuk orang untuk meninjau kembali kepercayaan sebelumnya yang sudah diterima, atau barangkali untuk tidak mengenali ketidaksesuaian antara tujuan-tujuan berbeda yang mereka dukung.
Politik menurut pandangan Plamenatz, memberikan contoh mengenai penelitian dari pengetahuan metafisika. Para ahli sejarah (profesional) sendiri masih meragukan filsafat sejarah dan banyak teori-teori politik yang termasuk sebagai filsafat semacam itu. Para ahli sejarah (profesional) sendiri masih meragukan filsafat sejarah dan banyak teori-teori politik yang termasuk sebagai filsafat semacam itu.
Politik pada umumnya diucapkan, sistematik dalam versi yang tegas dari yang tidak diucapkan, sedikit banyak interpretasinya sistematik dan jelas, melalui pengertian sederhana dari laki-laki dan wanita dalam pengalaman mengenai tindakan-tindakan lain dengan cara yang memungkinkan mereka untuk menanggapinya terhadap tindakan mereka sendiri.
Hal ini adalah bukti utama pada kejadian-kejadian ketika ahli teori politik mengucapkan pandangannya secara sistematik selama dan oleh karena itu penafsiran-penafsiran akibat tindakan-tindakan para pembuat teori dicocokkan dengan membandingkan penafsiran-penafsiran dan tindakan-tindakan dari  para ahli.
Politik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh karena itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al-Muhith, siyasah berakar kata sasa-yasusu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusaha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusi, melihatnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbrahu (mengurusi/mengatur perkara). Asal makna siyasah (politik) diterapkan pada pengurusan dan pelatihan pengembalaan.
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.  Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.
Politik Hukum adalah kemauan atau kehendak negara terhadap hukum. Artinya:untuk apa hukum itu diciptakan, apa tujuan penciptaannya dan kemana arah yang hendak dituju. Politik Hukum adalah kebijakan pemerintah mengenai hukum mana yang akan dipertahankan, hukum mana yang akan diganti, hukum mana yang akan direvisi dan hukum mana yang akan dihilangkan.[2]

B.     Konsep-konsep Pokok dari Ilmu Politik
Adapun konsep dalam ilmu politik itu tercipta dari beberapa definisi politik sendiri yang amat beragam sehingga dalam pengkonsepannya pun terpengeruh dari definisi ilmu politik tersebut. Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai, disebabkan karena setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau satu unsur dari politik saja. Unsur itu diperlakukannya sebagai konsep pokok, yang dipakainya untuk meneropong unsur-unsur lainnya. Dari uraian tersebut maka teranglah bahwa konsep-konsep ilmu politik itu antara lain :[3]
1.      Negara (State)
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Para sarjana yang menekankan Negara sebagai inti dari politik, memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga kenegaraan serta bentuk formalnya. Definisi masih bersifat tradisional dan agak sempit ruang lingkupnya. Roger F. Soltau misalnya, dalam bukunya Introducsion to Politik: “Ilmu Politik mempelajari Negara, tujuan-tujuan Negara . . . dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara Negara dengan warganya serta hubungan antarnegara. J. Barents, dalam ilmu politika: “Ilmu politika adalah ilmu yang mempelajari kehidupan bermasyarakat . . . dengan Negara sebagai bagiannya; Ilmu politik mempelajari Negara dan bagaimana Negara tersebut melakukan tugas serta fungsinya.
2.      Kekuasaan (Power)
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.
Sarjana beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society: “Ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. W.A. Robson dalam The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, . . . yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang-lingkup dan hasil-hasil. Focus perhatian seorang sarjana ilmu politik . . . tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan, atau pengaruh atas orang lain, atas menentang pelaksanaan kekuasaan itu. Deliar Noer dalam Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Ossip K. Flechtheim dalam Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari Negara sejauh Negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat mempangaruhi Negara”. Serta bahwa kekuasaan politik dan tujuan poltik saling mempengaruhi dan bergantung satu sam lain.
3.      Pengambilan Keputusan (Decision Making)
Keputusan (decision) adalah membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan istilah Pengambilan Keputusan (decision making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan yang mengikat seluruh masyarakat.
Setiap proses membentuk kebijakan umum atau kebijakan umum atau kebijakan pemerintah adalah hasil dari suatu proses pengambilan keputusan. Harold D. Laswell merumuskan “ who gets what, when and how” Joyce Mitchell dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. Karl W. Deutsch: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. Maksud dari itu adalah keputusan mengenai tindakan umum atau nilai-nilai, yaitu mengenai apa yang akan dilakukan dan siapa mendapat apa.
4.      Kebijakan Umum (Public Policy, Beleid)
Kebijaksanaan (Policy) adalah suatu kumpulan kepusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha untuk tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Para sarjana menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai tujuan bersama dan di capai bersama, yang perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang dituang dalam kebijakan oleh pemerintah. Hoogerwerf: “Obyek dari ilmu politik adalah kebijaksanaan pemirintah, proses terbentuknya, serta akibat-akibatnya.” David Easton: Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijaksanaan umum. David Easton dalam buku The Political System: “Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang mempengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang, yang diterima untuk suatu masyarakat, dan yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu.
5.      Pembagian (Distribution)
Yang dimaksud dengan Pembagian (distribution) dan Alokasi (allocation) ialah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Sarjana menekankan pembagian dan alokasi beranggapan bahwa politik tidak lain dan tidak bukan adalah membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai yang mengikat. Dalam ilmu sosial suatu nilai (value) adalah sesuatu yang dianggap baik atau benar, sesuatu yang mempunyai harga dan karena itu dianggap baik dan benar, sesuatu yang ingin dimiliki oleh manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti penilaian (judgetment) atau suatu azas seperti misalnya kejujuran, kebebasan berpendapat, kebebasan mimbar, dan sebagainya. Dia juga bisa bersifat konkrit (material) seperti rumah, kekayaan dan sebagainya. Harold D. Laswell dalam Who Gets What, When, How: “Politik adlah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana”. David Easton dalam A system Analisis Of Political Life: “system politik adalah keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat.
C.    Filsapat Hukum dan Fungsinya
Pada Zaman Yunani Kuno hukum dipandang berkaitan dengan alam. Alam dikuasai oleh hukum yang biasa disebut hukum alam. Dalam pandangan yang demikian, hukum berfungsi untuk mengatur hidup manusia supaya mengikuti peraturan yang sesuai dengan hakikatnya. Dalam abad pertengahan pandangan ini berubah, hukum tetap dipertahankan dalam fungsinya  yang semula, yakni menciptakan aturan-aturan. Aturan hukum adalah aturan Allah SWT. Hukum berfungsi untuk menjamin suatu aturan hidup sebagaimana yang dikehendaki oleh pencipta manusia. [4]
Fungsi hukum dalam pandangan ini adalah mewujudkan suatu kehidupan bersama yang teratur sehingga dapat menunjang perkembangan pribadi setiap manusia. Pada kenyataannya tiap-tiap masyarakat terdiri atas beberapa individu dan kelompok. Semua individu dan kelompok  memiliki kepentingannya sendiri.
Perlu diungkapan bahwa suatu masyarakat yang teratur,bila semua kepentingan dipelihara dengan baik, dan bila semua kepentingan, baik umum maupun individual,diperhatikan secara seimbang oleh para penguasa.
Fungsi hukum adalah memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, dan mewujudkan keadilan dalam hidup bersama.
Fungsi filsafat hukum adalah untuk menempatkan hukum pada tempatnya dalam perspektif yang tepat sebagai usaha manusia untuk menjadikan dunia ini sebagai tempat yang lebih layak untuk didiami (Prof Mochtar).
            Pengertian “layak” menggambarkan beliau mendapat pengaruh pandangan Immanuel Kant dengan teori Kategori Imperatif-nya. Arti kategori imperatif adalah beliau membuat kategoris-kategoris dalam hukum. Maksudnya sesuai dengan kedudukan masing-masing subjek hukum yang dilandasi kepentingan mereka. Hal ini mirip juga dengan pengertian Sila ke-5 Pancasila. Dalam arti kedudukan mereka masing-masing merata (bukan sama rata) Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.  Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.  Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah  Ad-Dindan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Dintersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
1)      Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh ulamak salaf daripada kalangan umat Islam.
2)      Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalangan orang-orang yang berselisih.
3)      Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai.
4)      Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia.
5)      Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar.
6)      Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam.
7)      Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang ditetapkan syarak.
8)      Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir.
9)      Melantik pegawai-pegawai yang

D.    Ruang Lingkup Filsafat Hukum
Filsafat Hukum meliputi :
a.       Ontologi Hukum (penelitian tentang hakikat dari hukum)
b.      Aksiologi Hukum (penentuan isi dan nilai)
c.       Ideologi Hukum (ajaran ide)
d.      Epistemologi Hukum (ajaran pengetahuan)
e.       Teologi Hukum (hal yang menentukan makna dan tujuan hukum)
f.       Logika Hukum
Pokok kajian filsafat hukum :
a.       Ontologi hukum yaitu ilmu tentang segala sesuatu (merefleksi hakikat hukum dan konsep-konsep fundamental dalam hukum, seperti konsep demokrasi, hubungan hukum dan kekuasaan danhubungan hukum dan moral.
b.      Aksiologi hukum yaitu ilmu tentang nilai (Merefleksi isi dan nilai-nilai yang termuat dalam hukum seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, dsb.
c.       Ideologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang mengangkut cita manusia (merefleksi wawasan manusia dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi kaidah hukum, pranata hukum, sistem hukum dan bagian-bagian dari sistem hukum).
d.      Teologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang menyangkut cita hukum itu sendiri (merefleksi makna dan tujuan hukum).
e.       Epistemologi hukum yaitu ilmu tentang pegetahuan hukum (Merefleksi sejauh mana pengetahuan tentang hakikat hukum dan masalah-masalah fundamental dalam filsafat hukum mungkin dijalankan akal budi manusia).
f.       Logika hukum yaitu ilmu tentang berpikir benar atau kebenaran berpikir (Merefleksi aturan-aturan berpikir yuridik, bangunan logika serta struktur sistem hukum).
g.      Ajaran Hukum.[5]

E.     Hubungan Politik dan Filsapat Hukum
Hukum adalah sebuah entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan kemastarakatan yang majemuk, banyak aspek, fase. Bernard Sharif Shidarta menyebutkan bahwa hukum berakar dan terbentuk dalam proses Interaksi berbagai aspek kemasyarkatan (Politik, ekonomi, social, budaya, teknologi, keagmaan, dll) dibentuk dan ikut membentuk tatanan. Entuknya ditentukan oleh masyarkat dengan sifatnya, namun sekaligus juga menentukan sifat dari masyarkat itu sendiri.
Asumsi dasar bahwa adanya hubungan antara politik dan Filsapat Hukum tidak bias terbantahkan, bahkan bias dibilang bahwa hukum adlah produk politik, sehingga karakter setiap produk hukum serat diwarnai oleh imbangan kekuatan pada konstelasi plitik yang ada.
Pada era sukarno, hukm adlah panglima, namun kemudian dirubah menjadi ekonomi dan pembangunan pada era suhato, sehingga posisi hukum tidak menjadi panglima,masyarkat menjadi objek, banak dari produk hukum yang mengatasnamakan rakyat namun sebagai alat untuk kepentingan pribadi para politisi
            Ilmu pengetahuan lain yang erat hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan kehidupan manusia. Filsafat menjawab pertanyaan seperti: Apakah asas-asas yang mendasari fakta? Apakah yang dapat saya ketahui? Apakah asas-asas dari kehidupan? Filsafat sering merupakan pedoman bagi manusia dalam menetapkan sikap hidup dan tingkah lakunya.[6][21]
            Ilmu politik terutama sekali erat hubungannya dengan filsafat politik, yaitu bagian dari filsafat yang menyangkut kehidupan politik terutama mengenai sifat hakiki, asal mula dan nilai (value) dari negara. Negara dan manusia di dalamnya dianggap sebagai sebagian dari alam semesta Dalam pandangan filsuf Yunani Kuno, filsafat politik juga mencakup dan erat hubungannya dengan moral filosofi atau etika (ethics). Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik/buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan manusia baik/buruk; apakah yang dinamakan adil/tidak adil. Penilaian semacam ini, jika diterapkan pada politik menimbulkan pertanyaan sebagai berikut: apakah seharusnya tujuan dari negara; bagaimana seharusnya sifat sistem pemerintahan yang terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut; bagaimana seorang pemimpin harus bertindak untuk keselamatan negara dan warganya. Dengan demikian kita sampai pada bidang filsafat politik yang membahas masalah politik dengan berpedoman pada suatu sistem nilai (valuesystem) dan norma-norma tertentu. Contoh dari pandangan bahwa ada hubungan erat antara politik dan etika tercermin dalam karangan filsuf Yunani Plato, Politeia, yang menggambarkan negara yang ideal. Di negara-negara Barat pemikiran politik baru memisahkan diri dari etika mulai abad ke-16 dengan dipelopori oleh negarawan ItaliNiccoloMacchiavelli. Akan tetapi di dunia Barat akhir-akhir ini kembali timbul perhatian baru tentang filsafat dengan munculnya buku A Theory of Justice, karangan John Rawls tahun 1971. Rawls memperjuangkan distribusi kekayaan secara adil (equity) bagi pihak yang kurang mampu.[7][22]

1.      Prolog Teori Hukum
            Ahli teori politik modern akan mendapati keanehan mengapa diskusi atas permasalahan konstitusional murni tertunda sedemikian rupa. Tetapi teori politik Yunani tidak pernah hanya berkisar di seputar kekuasaan konstitusional. Kata Yunani kuno yang kita terjemahkan sebagai konstitusi, politea, juga berarti kewarganegaraan, dan disamping itu juga memiliki kerangka acuan moral yang lebih luas daripada kata “konstitusi” dan “warga negara” yang kita gunakan. Kebalikannya, polis mengacu pada manusia –manusia warga negara- bukan pada sesuatu yang abstrak. Dengan demikian politeia menunjukkan kewarganegaraan yang memiliki partisipasi aktif, bukan sekedar kepemilikan pasif “hak-hak” formal dari seorang warga negara, serta jiwa dan kehidupan polis (kedua metafora tersebut dipergunakan dalam zaman purba). Secara kongruen, dimana teori politik modern mempergunakan perumpamaan mesin atau konstruksi bangunan, teori politik kuno secara tipikal berpikir dalam pengertian organik, lebih suka berbicara tentang sharing (methexix) dan aturan / rule (arche) daripada kedaulatan atau kekuasaan (bia, kratos, ananke).[8][23]




2. Teori-Teori Politik
1)      Teori Politik Montesquine
Montesquieu terkenal dengan dunia ilmu pengetahan tentang negara, hukum dan kemudian dia mengemukakanstate of nature yang diartikan dalam keadaan alamiah kualitas hidup manusia rendah. Teori politik TriasPolitika yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan landasan pembangunan teori demokrasi dalam sistem politik yang menekankan adanya CHEK AND BALANCE terhadap mekanisme pembangian kekuasaan. Demokrasi yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami kekurangan. Untuk memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka dibutuhkan berbagai unsur-unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu sebagai pencetus demokrasi liberal.[9][24]
2)      Teori Politik Al Mawardi
Al Mawardi berpendapat bahwa manusia itu adalah makhluk sosial, yang saling bekerjasama dan membantu satu sama lain, tetapi ia memasukkan agama dalam teorinya. Menurutnya, kelemahan manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi semua kebutuhannya sendiri dan terdapatnya keanekaragaman dan perbedaan bakat, pembawaan, kecendrungan alami serta kemampuan, semua itu mendorong manusia untuk bersatu dan saling membantu. Dari sinilah akhirnya manusia sepakat untuk mendirikan negara. Dengan demikian, adanya negara adalah melalui kontrak sosial atau perjanjian atas dasar sukarela. Karena itu Mawardi berpendapat, bahwa kepala negara merupakan lingkup garapan khalifah kenabian di dalam memelihara agama dan mengatur dunia dan mengesahkannya. Dia mendasari teori politiknya atas kenyataan yang ada dan kemudian secara realistik menawarkan saran-saran perbaikan atau formasi, misalnya dengan mempertahankan status quo.

Kesimpulan
1.      Pengertian Politik
Politik adalah suatu cara berfikir campuran esensial. Ia tidak hanya mencakup argumentasi deduktif dan teori empiris, melainkan juga mengkombinasikannya dengan kepentingan normatif sehingga mensyaratkan suatu karakter yang praktis dan menjadi pedoman bertindak.

2.      Fungsi Filsapat Hukum
Hukum berfungsi untuk menjamin suatu aturan hidup sebagaimana yang dikehendaki oleh pencipta manusia.
Fungsi hukum dalam pandangan ini adalah mewujudkan suatu kehidupan bersama yang teratur sehingga dapat menunjang perkembangan pribadi setiap manusia. Pada kenyataannya tiap-tiap masyarakat terdiri atas beberapa individu dan kelompok. Semua individu dan kelompok  memiliki kepentingannya sendiri.

3.      Hubungan Politik dan Filsapat Hukum
Ilmu politik terutama sekali erat hubungannya dengan filsafat Hukum, yaitu bagian dari filsafat yang menyangkut kehidupan politik terutama mengenai sifat hakiki, asal mula dan nilai (value) dari negara.
Negara dan manusia di dalamnya dianggap sebagai sebagian dari alam semesta Dalam pandangan filsuf Yunani Kuno, filsafat politik juga mencakup dan erat hubungannya dengan moral filosofi atau etika
Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik/buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan manusia baik/buruk; apakah yang dinamakan adil/tidak adil.


[1]Zulkifly Hamid, “pengantarilmupolitik” (jakarta: PT. RajaGrafindo persada,2002) hlm.326
[2]Prof.Dr. Abdussalam, SIK., S.H., M.H., “PolotikHukum” (PTK, jakarta :2011)
[3]MiriamBudiarjo, Dasar-dasar ilmu Politik, (jakarta, Gramedia pustaka utama ; 2005) hal 9
[4] Prof. Dr. Zainuddinali, M.A “Filsafathukum” (jakarta: PT. RajaGrafindo,2004) hlm.42
Dr. Muhammad Muslehuddin “FilsafatHukum&pemikiranOrientalis”
[5] Kuliahade.wordpress.com, PengertianFilsafatHukumMenurut Para Ahli, (2009).




sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com